Сайт Паньковых

Pankovs' site

Главная

История

География

Этимология
Родословные
Знаменитости
Фотографии
Ссылки
Автор
 

 

Паньковы по регионам России и мира
выбор региона по списку.

Индонезия Indonesia

переселения из
переселения в
 
Первое упоминание ____
 
 
   
 

 

  • Упоминание единственное, поэтому, в силу уникальности, привожу его полностью. На этом языке я знаю всего несколько фраз, поэтому, как только (и если) разберусь в контексте, постараюсь сообщить о чем идет речь в данной публикации.
  • Нашел индонезийско-английский переводчик. Похоже, это пересказ какой-то истории о Панькове, который жил и погиб под Петербургом... Особенно нравятся слова "izba", "kolkhoz". Непонятно как и почему эта история оказалась пересказана на индонезийском.
  • Tampilkan Semua ! (=Put forward All!)
    Panikov Post: 09/20/2002 Disimak: 299 kali
    Cerpen: Laban 'Nyonyo' Abraham
    (=Источник:) Sumber: Kompas, Edisi 04/14/2002
    SUDAH hampir lima tahun ia duduk di beranda izba1, badannya dibungkus mantel yang sebagian lapuk dan terdapat banyak bolong. Orang di seluruh sudut desa memanggilnya Panikov si pemain seruling. Dulu, lima tahun yang lalu, izba itu didiami oleh seorang tua yang kurang lebih berpenampilan sama sepertinya, bermantel lusuh, hanya duduk diam di depan beranda berseberangan dengan danau yang sama, di bawah poster besar bertuliskan: "Hidup Tentara Merah".Yang sedikit berbeda mungkin si Tua tidak meniup seruling seperti Panikov. Di izba yang reyot, peot dan hampir rubuh itulah Panikov berselingkuh dengan alamnya yang penuh nada memuakan. Banyak pembunuhan, penyiksaan disaksikannya waktu masih tinggal di kota, dan semuanya dilegalkan sebagai bingkai peradaban hingga terseret sampai ke desa tempat tinggalnya sekarang. Semuanya terkesan halal di balik sejarah, yang gagal mendefinisikan pengkhianatan dan kebebasan untuk si tua, ayahnya tercinta.Desa tempat Panikov tinggal terletak di dataran tinggi, dikelilingi hutan, berjarak sembilan puluh lima versts (sekitar lima puluh tujuh mil) dari Kota St Petersburg, kota yang sudah dua kali berganti nama. Ia tak pernah mengungkapkan alasan, mengapa sampai kembali ke desa kelahirannya yang terpencil kepada penduduk, yang sebagian besar bekerja sebagai petani. Yang mereka tahu Panikov mulai terlihat di Izba-nya sejak ayahnya mati di tembak serdadu-serdadu dari kota. Pernah suatu kali, Anna seorang gadis remaja enambelas tahun berparas manis, yang kebetulan tinggal di sebelah izba-nya dan hampir setiap sore mengantarkannya makanan berupa bubur gandum, bertanya kepada Panikov tentang keberadaannya di desa itu. Panikov hanya menjawab."Di kota tak ada lagi ruang untukku, setiap kalimat selalu disambut dengan teriakan 'hidup revolusi', selalu itu yang diungkapkan orang-orang di kota laknat. Dan kau tahu gadis kecil? Ayah menghendaki diriku tinggal di sini, sampai saatnya tiba!!" Dan ketika si gadis kecil ingin bertanya lebih lanjut dengan rasa penasaran yang menggunung, cepat-cepat ia meniupkan seruling dengan lagu-lagu kebangsaan negaranya, yang ia kenal selama tiga puluh tahun, dengan maksud menghindar.Serta merta Panikov berhenti dan menjauhkan seruling dari bibirnya karena kaget. Ia tak sadar ternyata Anna sudah berada persis di sebelahnya. Ia berpaling memandangi Anna dengan mata yang sangat marah, sehingga memaksa Anna untuk mundur selangkah.Keadaan yang hening di dalam ruangan itu digunakan Anna untuk berbicara."Tentara-tentara dari kota itu datang lagi."Panikov menaruh serulingnya, lalu mengganti lilin yang sudah hampir mati. Lalu ia angkat bicara. "Kenapa? Biarkan saja mereka datang kemari. Tanpa mereka udara desa ini akan semakin dingin.""Tapi..." Anna yang mencoba melanjutkan kalimatnya langsung dipotong oleh suara seruling Panikov yang menuju ke depan jendela.Sementara itu, orang-orang desa di luar dikagetkan oleh kedatangan segerombolan tentara di kegelapan dari arah timur desa."Hey, kalian! Cepat! Cepat berkumpul di sana!" salah satu tentara menghardik serta memaksa ke seluruh orang desa yang ada di luar rumah dan menunjuk ke arah alun-alun desa. Mereka tiba-tiba saja menjadi patuh, seperti biri-biri yang digiring dan berjalan ke arah yang ditunjuk oleh si tentara.Mereka tak mau lagi ditendangi seperti kejadian lima tahun yang lalu. Beberapa tentara memeriksa ke dalam setiap rumah di desa itu, dan Panikov... yach Panikov masih berada di dalam izba-nya, meniup serulingnya. Sementara Anna sudah sepuluh menit yang lalu berlari ke luar menuju alun-alun desa mengikuti orangtuanya."Brak...!" Terdengar pintu rumahnya ditendang oleh para tentara dan langsung menggeledah isi rumahnya. Panikov terus meniup serulingnya. Kali ini ia sudah tak memainkan lagu kebangsaan negaranya, hanya keluar nada tak karuan yang terdengar. Panikov diseret, tentara itu menarik kerah bajunya hingga ke jalan berbatu depan izba. Dirampasnya seruling Panikov lalu dilemparkan jauh ke tengah danau.Menjelang pagi di alun-alun desa sudah banyak orang berbaris menjadi kumpulan orang yang kesepian, diam dan hening. Hampir semuanya hanya memakai baju tidur, tanpa mantel dan menggigil kedinginan. Muka mereka pucat seperti hendak mati. Di depan mereka, terlihat seorang tua tergantung di pohon besar di tengah alun-alun desa, mengikuti dengan tali melilit di leher dan beberapa lubang peluru terdapat di danau depan izba harta peninggalan ayahnya. Ia ikat leher mayat itu dan dikalunginya batu besar lalu dibenamkan ke dalam danau.Saat ini, ia tengah memandang danau tempat ayahnya dibenamkan. Kata orang desa, ayahnya ditembak di tengah alun-alun desa dan sampai sekarang Panikov tak tahu sebab, mengapa ayahnya ditembak. Yach Panikov ingat. "Persetan!" gumamnya. Ia menangis, lalu diam lagi, selanjutnya ia tiup seruling yang sedari tadi ia pegang dengan lagu yang sama saat ia meninggalkan gudang percetakan di kota lima tahun lalu, air matanya membeku akibat udara dingin malam.Malam semakin pekat dan Panikov belum lelah meniup serulingnya. Tiba-tiba Panikov melihat dua mobil truk tentara melintas depan rumahnya dengan sorot lampu yang benderang. Panikov tak peduli. Ia terus meniup dan meniup. Kadang-kadang ia berhenti sebentar untuk berteriak. "Oh... tentara bajingan! Oh... kota laknat! Aku rindu kalian, datanglah kemari! Akan kuberi kalian surga kemerdekaan!" Terus... dan terus ia meniup, berteriak dan meniup seruling-nya lagi. Sampai sekitar setengah jam kemudian di sebelah timur danau terlihat cahaya merah kekuning-kuningan, indah menakjubkan. Panikov tidak peduli. Para tetangganya berhamburan dari dalam rumah dan berteriak."Api...! Itu api...! Di sebelah timur desa ada api...! Hey, Panikov keluarlah, cepat lihat apa yang terjadi!" Panikov berhenti sejenak. Ia memandang keluar melalui jendela kayu itu. Ia enggan ikut bergabung, lalu berteriak, "Oh... tentara bajingan! Oh... kota laknat! Kau kabulkan permintaanku! Terimakasih!" Panikov kembali memainkan serulingnya, sementara itu lebih banyak dari tetangganya berkerumun di pekarangan rumahnya masing-masing untuk melihat apa yang terjadi di seberang sana. Anna si gadis tetangga mengetuk pintu rumah Panikov sambil berteriak. "Panikov! Panikov! Keluarlah Panikov! Ini aku, Anna".Tak ada sahutan. Yang terdengar hanya bunyi seruling. Panikov tak bergeming dari tempatnya semula. Tetap di depan jendela dan meniup seruling. Anna berteriak lebih keras, namun tetap tak ada jawaban. Sampai akhirnya Anna mendobrak pintu rumah Panikov. Anna langsung menghampiri Panikov, memandangnya sesaat dan berteriak lagi, kali ini tepat di samping telinganya, "Panikov, sadarlah...!!!" Saat itu musim dingin, angin bergerak lebih lambat. Seperti biasa, jika menginjak musim dingin Panikov lebih banyak diam di ruang tamu dengan sebuah jendela yang menghadap ke utara danau dan menggambarkan siluet sangat indah, serta tak lupa meniup serulingnya. Bila hari menjelang malam, ia hanya menyalakan sebatang lilin sehingga izba itu terlihat lebih gelap dari rumah-rumah yang lain di desa.Tidak seperti malam kemarin yang agak hangat, malam ini terasa dingin lebih menggigit, tak ada bubur gandum yang ia tunggu sejak sore tadi. Ia berpikir mungkin Anna lupa berbagi dengannya. Panikov tidak punya mantel lain untuk dikenakan, dingin mencengkram kuat tubuhnya. Sebatang kayu pun ia tak punya untuk dibakar dalam tungku, tapi toh... ingatan terhadap ayahnya mengubur rasa lapar dan dingin malam itu.Ia menggigil, giginya gemeretak. Sambil mencoba menutupi bagian mantel yang bolong dengan tangan kirinya, sedangkan tangan yang lain tetap menggenggam seruling, Panikov beranjak pindah ke kursi di sebelah sudut yang dekat dengan jendela. Lalu memandang ke arah danau, ia bergumam."Ayah... malam ini kau harus menjemputku!"Pikirannya merawang teringat mayat ayahnya yang hanya seorang petani bekerja di kolkhoz2 dan pencari peat3 seperti umumnya para penduduk lain di desa, telah mati ditembak para tentara bajingan dari kota. Ketika itu ia ada di St Petersburg bekerja di gudang percetakan negara. Beberapa hari selang kematian ayahnya, ia dipanggil oleh kepala biro tempatnya bekerja dan menyodorkan selembar kertas padanya. Ia terkulai lemas setelah membaca coretan yang tertulis di kertas itu. Saat itu juga, ia mengajukan kepada atasannya untuk berhenti bekerja dan kembali ke desa yang ia tinggalkan selama dua puluh lima tahun. Selagi ia membereskan barangnya, ia dapati seruling yang pernah diberikan ayahnya, lalu meniupnya sampai ia keluar gerbang gudang percetakan dengan lagu kebangsaan negaranya. Sesampainya di desa, ia kembali melapor ke kepala distrik desa untuk meminta izin penggalian kubur ayahnya. Panikov menangis melihat mayat ayahnya. Terdapat beberapa lubang peluru di tubuh itu, ia memeluknya. Pani-kov tak peduli akan bau busuk yang menempel ke mantelnya dan seterusnya ia menangis di depan tubuh kaku sampai malam tiba. Panikov kembali menggunduk lubang kuburan dalam keadaan kosong. Dengan sadar diseretnya tubuh kaku ia sampai di dadanya, begitupun juga terpampang jelas lubang di keningnya yang sudah terbujur kaku serta terlihat bercak darah di pakaiannya. Para tentara berdiri mengelilingi orang-orang desa. Terlihat ada seorang tentara, Turgeyev namanya, ia berdiri di atas batu dengan kumis tebal serta seragam yang mencolok, dengan tanda pangkat yang berbeda dari tentara lainnya. Sambil menunjuk kepada mayat yang tergantung, 'si kumis tebal' lalu berteriak."Dia pengkhianat!! Kalian tahu dia pengkhianat negara kita!" suasana tetap tak berubah, masih tetap hening. Ia tatap mata penduduk seperti hendak menerkam mereka, dan meneruskan kalimatnya."Mencuri peat untuk kepentingan pribadi seperti lima tahun lalu adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Siapa pun itu harus dihukum dan itu sama saja dengan pengkhianatan, karena tidak mempercayai kami! Negara! Kalian semua harus tahu itu."Seketika itu tiba-tiba dari tengah-tengah penduduk yang 'dibariskan' berlarilah seseorang dengan senjata kecil di tangan. Ia langsung menuju pada tentara berkumis tebal itu dan segera diarahkannya senjata itu ke mukanya. Seketika terdengar teriakan seorang gadis kecil memecah kebekuan."Panikov! Jangan Panikov..."Terdengar enam letusan senapan, serta dua tubuh tergeletak ke tanah. Panikov mati! Juga si Kumis Tebal. Keadaan semakin beku. Anna, gadis kecil itu mendekati mayat Panikov. Dilihatnya selembar kertas dalam genggaman tangan Panikov yang masih hangat itu. Seorang tentara memerintahkan agar kerumunan penduduk desa dibubarkan. Anna mengambil kertas itu dan membawanya pulang bersama orangtuanya.Sesampainya di rumah dibacanya lembaran kertas kusam penuh darah itu. "Kalian TAHU? Aku telah membuktikan bahwa ayahku BUKAN pengkhianat dan aku hendaknya tidak akan rela untuk mati membela pengkhianat seperti ayahku. Mungkin negara tahu itu dan negara rela kehilangan orang TERBAIK-nya."Tertulis lagi di bawahnya."untuk petani kecil November 1936"Bandung, Oktober 20011. pondok petani2. pertanian kolektif pada zaman revolusi di Uni Sovyet3. bahan bakar berwarna coklat untuk tungku sebagai penghangat selain kayu.
    Cetak
    Frase
    Semua Kata
    Sebarang kata
    http://www.sriti.com/storyview.php?key=64

 

Top

 

 

Home

History

Geography

Etymology
Genealogies
Famous persons
Images
Links
Author
Яндекс цитирования  



Copyright © 1996-2007 All Rights Reserved by Viacheslav Pankov


Hosted by uCoz